Pemain Abaikan Sanksi PSSI

Konflik jilid II yang terjadi di otoritas sepakbola tanah air, Persatuan Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), sepertinya sulit dicarikan jalan tengahnya. Pasalnya, hingga Senin (12/12), dua stakeholder keolahragaan nasional, yakni KONI Pusat dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga belum bersedia menceburkan diri untuk menengahi dualisme kompetisi di tubuh PSSI.

Selain itu, para pemain juga tidak menghiraukan lagi ancaman PSSI atas keikutsertaan mereka dalam kompetisi tandingan PSSI. Salah satu pisak yang bisa berperan dalam konflik tersebut adalah ketua KONI Tono Suratman, sebagai induk olahraga nasional. Namun, tamnpaknya KONI masih berfikir panjang untuk masuk dalam konflik tersebut.

Konflik tersebut tak urung membuat Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tono Suratman bersuara. Tono yang baru memegang tampuk pimpinan KONI per 2 Desember 2011, belum melakukan aksi. ”Saya baru sepuluh hari memegang kendali KONI. Belum sempat memanggil pihak-pihak yang bertikai,” tuturnya saat dihubungi, kemarin (12/12).

Bagi dia, dualisme kompetisi di tubuh PSSI itu memang tidak menyehatkan. Semuanya dinilai bakal sangat merugikan perkembangan sepakbola nasional, utamanya pemain-pemain yang terlibat di dalam dua kompetisi PSSI, Indonesia Super League (ISL) dan Indonesia Primer League (IPL). ISL adalah kompetisi yang diakui secara resmi oleh PSSI ketika dipimpin oleh Nurdin Halid.

Sementara IPL adalah kompetisi tandingan yang dilarang oleh PSSI. Sekarang, kondisinya terbalik. Justru ISL yang dilarang oleh PSSI di bawah kepemimpinan Djohar Arifin dan IPL adalah kompetisi resmi yang diakui.

”Saya masih harus mempelajari persoalan mendasarnya. Yang saya tahu baru sekadar gambaran kasar, kalau di sepakbola Indonesia itu ada dualisme kompetisi. Semua akan saya telaah dulu satu per satu,” tambahnya.

Nah, untuk memediasi ini, pensiunan jenderal bintang dua itu mengaku siap memanggil Ketum PSSI, Djohar Arifin. Bahkan, surat pemanggilannya, akan segera dikirim ke Sekretariat PSSI di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

”Saya sekarang sedang membuka Kejurnas Anggar di Samarinda. Sepulang dari sini (Samarinda-red), saya pasti akan panggil Pak Djohar (Arifin-red). Tunggu dua atau tiga hari lah,” ungkapnya.

Terpisah, Menpora Andi Alifian Mallarangeng juga terlihat tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, ada Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) yang terus menyorot kekisruhan ini. Bila ada mediasi yang dilakukan pemerintah, Andi mengkhawatirkan ini akan diartikan sebagai sebuah intervensi.

Ujung-ujungnya, akan ada penjatuhan sanksi berat untuk sepakbola Indonesia. Apalagi, usia kepengurusan PSSI di bawah kendali Djohar Arifin baru menapaki 3 bulan. ”FIFA tidak ingin pemerintah ikut campur. Jadinya ya, kami serahkan persoalan ini untuk diselesaikan secara internal oleh PSSI sendiri. Lagian kan pengurusnya baru dilantik tiga bulan. Mari kita sama-sama tunggu saja dulu,” tutur Andi.

Salah satu korban dualisme kompetisi di tanah air adalah pemain sepakbola. Sebab, berdalih aturan dari induk olahraga sepakbola Asia (AFC) dan induk olahraga sepakbola dunia (FIFA), pemain yang mengikuti kompetisi di luar PSSI atau IPL dilarang memperkuat timnas Indonesia.

Menurut Djohar, aturan FIFA melarang timnas sebuah kesebelasan diperkuat oleh pemain tanpa klub atau bermain di klub di luar resmi otoritas sepakbola negara bersangkutan. ”Jadi pemain yang memperkuat klub di luar liga resmi PSSI otomatis dilarang oleh FIFA,” kata Djohar.

Dditegaskannya bahwa pemain yang bermain di luar kompetisi PSSI tak dapat berkostum timnas. Sedangkan, bagi para pemain yang sudah tergabung di timnas harus menanggalkan kostumnya. Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan aturan atau statuta FIFA pasal 79 ayat 2.

Ironisnya, sebagian besar pemain timnas saat ini adalah pemain yang memperkuat klub-klub ISL. Sebut saja Bambang Pamungkas, Boas Salosa, Zulkifli Syukur, Christian Gonzales dan lainnya.

Lantas, bagaimana reaksi pemain timnas atas ancaman tersebut? Hasim Kipuw, Ramdani Lestaluhu, dan Andritany Ardhiyasa sepertinya sudah menyadari risiko ketika memilih berlabuh di Persija Jakarta versi Indonesia Super League (ISL).

Buktinya, mereka mengaku tidak masalah jika namanya harus dicoret dari skuad timnas U-23. Hasim Kipuw dkk bukan tidak tahu mengenai ancaman tersebut. Tapi mengapa, mereka masih memilih berlabuh di Persija yang tak diakui PSSI? "Saya yakin, semua pemain tahu tentang aturan itu. Tapi, saya punya prinsip bahwa Persija yang sah atau asli, ya Persija yang saya bela saat ini," kata Hasim kepada INDOPOS (JPNN Group).

"Semua juga tahu, mana Persija yang asli dan tidak. Sayang, PSSI memaksakan kehendak, tidak mengakui Persija yang asli (ISL)," tambah pemain asal Ambon itu. Oleh karenanya, Hasim mengaku tidak khawatir kalau pun namanya harus tercoret dari skuad timnas U-23. Sebab, apa yang dilakukan diyakini sudah benar.

"Saya sudah menyadari risikonya. Kalau pun karir saya di timnas terhenti, tidak masalah. Saya meyakini kebenaran," tuturnya.

Hal senada dikatakan Ramdani Lestaluhu dan Andritany. Penggawa Macan Kemayoran yang juga penggawa timnas U-23 di SEA Games itu mengaku, tidak masalah jika namanya harus dicoret dari timnas.

"Harus diakui, Persija lah yang membesarkan nama saya. Jadi, demi Persija saya harus tercoret dari timnas, tidak masalah," aku Ramdani Lestaluhu.

Ramdani mengaku, sebelum namanya melambung bersama timnas U-23, dia sudah tercatat di skuad Persija yang saat ini diketui Ferry Paulus. Dia meniti karir dari di Persija mulai dari Persija U-21. "Saya tidak mungkin meninggalkan Persija yang asli. Karena Persija yang membesarkan nama saya," ujarnya.

Demikian juga dengan Andritany. Dia mengawali karir profesionalnya mulai dari Persija U-21. Talenta yang dimilikinya, terasah di skuad tim Macan Kemayoran. Oleh karena itu, jika dipaksa memilih, Andritany akan memilih bertahan di Persija ISL dan rela meninggalkan kostum timnas.

"Sama dengan Hasim dan Ramdani. Saya dibesarkan oleh Persija. Kalau pun saya memilih Persija, menurut saya itu wajar. Apalagi, Persija yang asli," pungkas Andritany.

http://www.jpnn.com/

There Are No Comments To This Post;

Posting Komentar